Cerita
ku tak kan pernah berhenti, kecuali kematian telah datang untuk menjemputku,
bertemu dengan yang abadi.
Hey,
apa kabar? kuharap kalian masih setia membaca postingan ini dan kuharap kalian
tak melupakan cerita ku sebelumnya. Terakhir aku mengatakan bahwa dunia ini
sempit. Yaa.. semua orang pasti pernah mengatakannya. Sekarang aku hanya ingin
menuangkan beberapa cerita sepanjang perjalanan hidupku sampai akhirnya aku
berada di sini.
Diawali
dengan sebuah kelahiran. Kelahiran manusia ke dunia, aku pikir memiliki suatu
arti yang berbeda bagi masing-masing orang. Aku sendiri merasa bahwa kelahiran
adalah suatu anugerah. Bayi yang lahir ke dunia ini bahkan tak pernah meminta
untuk dilahirkan, tetapi takdir membawa mereka kembali ke dunia ini dengan jiwa
dan raga yang baru. Bayi pun tak kan bisa memilih di keluarga mana mereka ingin
dilahirkan. Kaya atau miskin orang tua mereka nantinya, mereka tidak bisa
memilih. Ketika untuk pertama kalinya, bayi melihat dunia ini, orang pertama
yang dilihatnya bukanlah ayah atau ibu, melainkan sang dokter yang telah
menyelamatkan nyawa ibu serta dirinya. Seketika itu pecahan tangis bahagia pun
meluap.
Aku
terlahir di sebuah keluarga sederhana, tapi aku bahagia terlahir di keluarga
ini. Ayah ku bukanlah seorang pejabat negara atau PNS. Beliau hanya pegawai di
suatu kantor. Gajinya pun terkadang masih kurang mampu menutupi kebutuhan yang
ada. Ibuku? Ibuku hanya seorang ibu rumah tangga. Bagiku mereka orang tua yang
sempurna. Mereka mengajarkan ku membaca, menulis, menghitung, bahkan
mengendarai sepeda. Kasih mereka menjadikan ku sosok seperti sekarang ini.
Mampu berdiri sendiri, mampu mandiri tanpa menyusahkan mereka lagi. Tapi, yang
namanya bocah aku pun pernah sekali-kali membuat mereka kecewa, marah, dan kesal.
Kuharap kemarahan mereka berarti buat ku. Yaa.. kini aku jauh dari mereka,
semakin jarang aku melakukan kejahilan yang sering ku lakukan di rumah kami,
semakin jarang pula ku dengar dengungan rasa kesal itu mengomeli ku. Jujur, aku
merindukan ocehan mereka ketika menasehatiku. Aku kangen masa-masa saat aku
duduk di bangku SMA dulu. Dulu, aku adalah tipe gadis yang sulit sekali bangun
pagi, sampai akhirnya setiap pagi Ayah selalu menggedor-gedor jendela kamar ku
. Begitu usahanya agar aku tidak terlambat ke sekolah. Kini, tak ada lagi omelan
manis di pagi hari itu. Kehidupan di sini sangat sepi, berbeda dengan suasana
rumah yang sukses membuat ku homesick
beberapa hari ini. Memang benar, tak ada tempat senyaman rumah kita sendiri.
Fix! aku merasa homesick maksimal.
Senin,
selasa, rabu, kamis, jumat, sabtu, minggu. Senin, selasa, rabu, kamis, jumat,
sabtu, minggu. Begitu lama sepertinya waktu berlalu ketika aku berada di tempat
ini. Kuakui hidup dalam perantauan itu tak mudah, tak mudah juga ketika mencari
uang untuk makan. Hey, tapi inilah jalan hidup ku. Aku berada di sini demi
cita-cita ku. Ku korbankan setengah kebahagiaan ku demi fokus terhadap tujan
ku. Jika aku tak mampu mengorbankan beberapa hal, mungkin aku tak ada di sini.
Beberapa
waktu lalu aku pernah berpikir bodoh." Apa benar ini pilihan ku? bisakah
aku mundur beberapa langkah saja?" Kuakui ini pemikiran yang sangat bodoh
yang pernah ku pikirkan. Saat itu juga aku pergi ke kamar, menangis seorang
diri. Lalu, aku teringat pada Tuhan. Aku mencurahkan seluruh unek-unek dalam hati ku pada-Nya. Apa
yang harus kulakukan ketika aku mengalami situasi sulit seprti ini? mundur ketika
semuanya telah berada di tengah jalan?
bullshit! Perasaan ku makin kacau. Ku tatap kembali sebuah foto yang
tertempel di bingkai, yaa.. itu foto ayah yang ku bawa ke tempat perantauan
agar aku tak pernah melupakan wajahnya. Aku berkata pada diri ku,
"Sebegitu beratnya hidup ini, tapi ayah masih bisa bertahan sampai detik
ini. Kenapa kamu semudah itu menyerah? Bukankah kamu ingin membuat orang tua mu
bangga dan bahagia? Lakukanlah sebaik yang kamu mampu lakukan. Tak perduli
berapa anak tangga yang sudah kamu lewati untuk mencapai impian mu. Tak perduli
seberapa sulit itu dan seberapa lelahnya hati mu, berpikirlah kedua orang tuamu
selalu berada di dekatmu, dekat sekali di hatimu. Bersama mereka, Tuhan pun
akan merestui jalanmu." Tangisan ku berhenti setelah mendengar kata hati
itu. Aku mulai bangkit dari keterpurukan ku. Aku membuka pintu kamar dan
melakukan hal-hal terbaik yang bisa ku lakukan di luar sana. Ketika aku
bersedih, hal paling mujarap yang bisa menghilangkan rasa sedih itu adalah
dengan curhat ke Tuhan. Entah
mengapa, tapi itulah kebiasaan ku. Aku merasa Tuhan dekat, Dia bersamaku dan
kapan pun aku bersedih aku yakin Dia bersedia mendengarkan keluh kesahku. Itu
keyakinan ku!
Setengah
kebahagiaan ku korbankan, mencoba untuk fokus. Kebahagiaan ku bersama
orang-orang yang ku sayang tersita oleh waktu dan entah kapan aku bisa
membebaskannya.
Aku
sayang mereka yang menyayangiku tulus tanpa berharap apapun dariku. Disini aku
tak menemukan satu orang pun yang tulus terhadapku. Aku rindu sahabat-sahabat
terbaik ku. Sahabat yang telah mengusap air mata ku dan selalu menggenggam
tanganku apapun yang terjadi. Kami berpisah demi cita-cita masing-masing. Yaa,
mulai kehilangan kontak satu sama lain. Saling merindu, tentu. Sudah hampir
setahun, aku belum pernah bertemu sahabat ku yang satu ini sejak
keberangkatannya ke bandara. Bahkan , sms pun jarang di bales, mention di
twitter sampai seribu kali pun hanya di read
, dan aku yakin pemberitahuan di facebooknya full oleh ku. Tetep, hanya di read. Aku tak mengetahui pasti apa
maksudnya, tapi aku selalu berharap setidaknya dia membalas sapaan ku. Aku
kangen kamu, sahabatku. 3 tahun kami bersahabat, saling mengerti, saling
memahami, terkadang saling mem-bully, tapi
kami saling sayang satu sama lain. Aku telah merasa mereka adalah sebagian
orang yang telah berhasil menyentuh hatiku, memberi ku arti sebuah kehidupan
yang akan hambar tanpa ada rasa kasih sayang. Oh ya, aku hanya ingin memberi
tahu kalian, blog ini aku buat atas saran sahabatku yang satu ini (Dina), sebegitu pahamnya dia akan diriku
yang gemar menulis cerita, ia menyarankan ku membuat blog ini. Sudah lama sejak ia mencetuskan ide briliantnya
itu, namun baru akhir-akhir ini aku merealisasikan ide itu. Aku semakin rindu
persahabatan kami. Ingin rasanya mengulang masa-masa indah ketika suka duka
kami lalui bersama.
Persahabatan kami pun tak luput dari yang
namanya salah paham -->> berantem -->> diem-dieman tapi pada
akhirnya berujung senyuman kembali. Yaay,, persahabatan itu selalu ada di sini.
Bisakah kalian melihatnya??? Persahabatan kami terukir di sini. Tepat di hati
ini. Tak akan pernah terlupakan.
Tapi,
aku kecewa saat ini. Di tempat ini, sungguh sulit mencari seorang sahabat.
Mereka hanya datang ketika mereka butuh, namun ketika mereka bahagia mereka tak
mennggandeng ku turut serta bersama merayakannya. Memang benar, 1000 teman tak
akan berarti jika kita tak memiliki seorang sahabat yang benar-benar tulus
bersama kita.
Semakin
sulit kurasakan hidup di tempat ini. Jika aku salah melangkah di tempat ini,
bisa saja kehidupanku terancam. Banyak orang berkata tak menyenangkan mengenai
ku bahkan keluarga ku. Hey, aku mendengar perkataan kalian! bisakah kalian
membicarakannya langsung di hadapan ku tanpa bertindak sebagai seorang
pecundang? Ingin sekali ku katakan itu, tapi entah.. aku merasa itu perbuatan yang
salah.
Salah
seorang dosen ku pernah berkata "Jangan perdulikan mereka yang berbicara
di belakangmu, mereka pecundang yang tak berani berhadapan denganmu makanya
mereka hanya mampu berkata di belakangmu tanpa berani menatap matamu.Jangan
memandang ke belakang, hidupmu adalah untuk masa depan. Apa yang akan kamu
lakukan di masa mendatang, jadi apa kamu nanti, apa yang akan kamu berikan pada
negaramu nanti, sudahkah kamu mampu membahagiakan orang-orang yang kamu
sayangi? fokuslah ke depan. Yakinlah pada dirimu, yakinlah pada kemampuanmu, you are who you are believe, you are who you
are thinking, kamu sekuat apa yang kamu pikirkan. "
to be continued....
Tidak ada komentar:
Posting Komentar