Senin, 17 Februari 2014

Cerita Tak Berujung Part 2



Cerita ku tak kan pernah berhenti, kecuali kematian telah datang untuk menjemputku, bertemu dengan yang abadi.

Hey, apa kabar? kuharap kalian masih setia membaca postingan ini dan kuharap kalian tak melupakan cerita ku sebelumnya. Terakhir aku mengatakan bahwa dunia ini sempit. Yaa.. semua orang pasti pernah mengatakannya. Sekarang aku hanya ingin menuangkan beberapa cerita sepanjang perjalanan hidupku sampai akhirnya aku berada di sini.

Diawali dengan sebuah kelahiran. Kelahiran manusia ke dunia, aku pikir memiliki suatu arti yang berbeda bagi masing-masing orang. Aku sendiri merasa bahwa kelahiran adalah suatu anugerah. Bayi yang lahir ke dunia ini bahkan tak pernah meminta untuk dilahirkan, tetapi takdir membawa mereka kembali ke dunia ini dengan jiwa dan raga yang baru. Bayi pun tak kan bisa memilih di keluarga mana mereka ingin dilahirkan. Kaya atau miskin orang tua mereka nantinya, mereka tidak bisa memilih. Ketika untuk pertama kalinya, bayi melihat dunia ini, orang pertama yang dilihatnya bukanlah ayah atau ibu, melainkan sang dokter yang telah menyelamatkan nyawa ibu serta dirinya. Seketika itu pecahan tangis bahagia pun meluap.

Aku terlahir di sebuah keluarga sederhana, tapi aku bahagia terlahir di keluarga ini. Ayah ku bukanlah seorang pejabat negara atau PNS. Beliau hanya pegawai di suatu kantor. Gajinya pun terkadang masih kurang mampu menutupi kebutuhan yang ada. Ibuku? Ibuku hanya seorang ibu rumah tangga. Bagiku mereka orang tua yang sempurna. Mereka mengajarkan ku membaca, menulis, menghitung, bahkan mengendarai sepeda. Kasih mereka menjadikan ku sosok seperti sekarang ini. Mampu berdiri sendiri, mampu mandiri tanpa menyusahkan mereka lagi. Tapi, yang namanya bocah aku pun pernah sekali-kali membuat mereka kecewa, marah, dan kesal. Kuharap kemarahan mereka berarti buat ku. Yaa.. kini aku jauh dari mereka, semakin jarang aku melakukan kejahilan yang sering ku lakukan di rumah kami, semakin jarang pula ku dengar dengungan rasa kesal itu mengomeli ku. Jujur, aku merindukan ocehan mereka ketika menasehatiku. Aku kangen masa-masa saat aku duduk di bangku SMA dulu. Dulu, aku adalah tipe gadis yang sulit sekali bangun pagi, sampai akhirnya setiap pagi Ayah selalu menggedor-gedor jendela kamar ku . Begitu usahanya agar aku tidak terlambat ke sekolah. Kini, tak ada lagi omelan manis di pagi hari itu. Kehidupan di sini sangat sepi, berbeda dengan suasana rumah yang sukses membuat ku homesick beberapa hari ini. Memang benar, tak ada tempat senyaman rumah kita sendiri. Fix! aku merasa homesick maksimal.

Senin, selasa, rabu, kamis, jumat, sabtu, minggu. Senin, selasa, rabu, kamis, jumat, sabtu, minggu. Begitu lama sepertinya waktu berlalu ketika aku berada di tempat ini. Kuakui hidup dalam perantauan itu tak mudah, tak mudah juga ketika mencari uang untuk makan. Hey, tapi inilah jalan hidup ku. Aku berada di sini demi cita-cita ku. Ku korbankan setengah kebahagiaan ku demi fokus terhadap tujan ku. Jika aku tak mampu mengorbankan beberapa hal, mungkin aku tak ada di sini.

Beberapa waktu lalu aku pernah berpikir bodoh." Apa benar ini pilihan ku? bisakah aku mundur beberapa langkah saja?" Kuakui ini pemikiran yang sangat bodoh yang pernah ku pikirkan. Saat itu juga aku pergi ke kamar, menangis seorang diri. Lalu, aku teringat pada Tuhan. Aku mencurahkan seluruh unek-unek dalam hati ku pada-Nya. Apa yang harus kulakukan ketika aku mengalami situasi sulit seprti ini? mundur ketika semuanya telah berada di tengah jalan? bullshit! Perasaan ku makin kacau. Ku tatap kembali sebuah foto yang tertempel di bingkai, yaa.. itu foto ayah yang ku bawa ke tempat perantauan agar aku tak pernah melupakan wajahnya. Aku berkata pada diri ku, "Sebegitu beratnya hidup ini, tapi ayah masih bisa bertahan sampai detik ini. Kenapa kamu semudah itu menyerah? Bukankah kamu ingin membuat orang tua mu bangga dan bahagia? Lakukanlah sebaik yang kamu mampu lakukan. Tak perduli berapa anak tangga yang sudah kamu lewati untuk mencapai impian mu. Tak perduli seberapa sulit itu dan seberapa lelahnya hati mu, berpikirlah kedua orang tuamu selalu berada di dekatmu, dekat sekali di hatimu. Bersama mereka, Tuhan pun akan merestui jalanmu." Tangisan ku berhenti setelah mendengar kata hati itu. Aku mulai bangkit dari keterpurukan ku. Aku membuka pintu kamar dan melakukan hal-hal terbaik yang bisa ku lakukan di luar sana. Ketika aku bersedih, hal paling mujarap yang bisa menghilangkan rasa sedih itu adalah dengan curhat ke Tuhan. Entah mengapa, tapi itulah kebiasaan ku. Aku merasa Tuhan dekat, Dia bersamaku dan kapan pun aku bersedih aku yakin Dia bersedia mendengarkan keluh kesahku. Itu keyakinan ku!

Setengah kebahagiaan ku korbankan, mencoba untuk fokus. Kebahagiaan ku bersama orang-orang yang ku sayang tersita oleh waktu dan entah kapan aku bisa membebaskannya.

Aku sayang mereka yang menyayangiku tulus tanpa berharap apapun dariku. Disini aku tak menemukan satu orang pun yang tulus terhadapku. Aku rindu sahabat-sahabat terbaik ku. Sahabat yang telah mengusap air mata ku dan selalu menggenggam tanganku apapun yang terjadi. Kami berpisah demi cita-cita masing-masing. Yaa, mulai kehilangan kontak satu sama lain. Saling merindu, tentu. Sudah hampir setahun, aku belum pernah bertemu sahabat ku yang satu ini sejak keberangkatannya ke bandara. Bahkan , sms pun jarang di bales, mention di twitter sampai seribu kali pun hanya di read , dan aku yakin pemberitahuan di facebooknya full oleh ku. Tetep, hanya di read. Aku tak mengetahui pasti apa maksudnya, tapi aku selalu berharap setidaknya dia membalas sapaan ku. Aku kangen kamu, sahabatku. 3 tahun kami bersahabat, saling mengerti, saling memahami, terkadang saling mem-bully, tapi kami saling sayang satu sama lain. Aku telah merasa mereka adalah sebagian orang yang telah berhasil menyentuh hatiku, memberi ku arti sebuah kehidupan yang akan hambar tanpa ada rasa kasih sayang. Oh ya, aku hanya ingin memberi tahu kalian, blog ini aku buat atas saran sahabatku yang satu ini  (Dina), sebegitu pahamnya dia akan diriku yang gemar menulis cerita, ia menyarankan ku membuat blog ini. Sudah  lama sejak ia mencetuskan ide briliantnya itu, namun baru akhir-akhir ini aku merealisasikan ide itu. Aku semakin rindu persahabatan kami. Ingin rasanya mengulang masa-masa indah ketika suka duka kami lalui bersama.
 Persahabatan kami pun tak luput dari yang namanya salah paham -->> berantem -->> diem-dieman tapi pada akhirnya berujung senyuman kembali. Yaay,, persahabatan itu selalu ada di sini. Bisakah kalian melihatnya??? Persahabatan kami terukir di sini. Tepat di hati ini. Tak akan pernah terlupakan.

Tapi, aku kecewa saat ini. Di tempat ini, sungguh sulit mencari seorang sahabat. Mereka hanya datang ketika mereka butuh, namun ketika mereka bahagia mereka tak mennggandeng ku turut serta bersama merayakannya. Memang benar, 1000 teman tak akan berarti jika kita tak memiliki seorang sahabat yang benar-benar tulus bersama kita.

Semakin sulit kurasakan hidup di tempat ini. Jika aku salah melangkah di tempat ini, bisa saja kehidupanku terancam. Banyak orang berkata tak menyenangkan mengenai ku bahkan keluarga ku. Hey, aku mendengar perkataan kalian! bisakah kalian membicarakannya langsung di hadapan ku tanpa bertindak sebagai seorang pecundang? Ingin sekali ku katakan itu, tapi entah.. aku merasa itu perbuatan yang salah.

Salah seorang dosen ku pernah berkata "Jangan perdulikan mereka yang berbicara di belakangmu, mereka pecundang yang tak berani berhadapan denganmu makanya mereka hanya mampu berkata di belakangmu tanpa berani menatap matamu.Jangan memandang ke belakang, hidupmu adalah untuk masa depan. Apa yang akan kamu lakukan di masa mendatang, jadi apa kamu nanti, apa yang akan kamu berikan pada negaramu nanti, sudahkah kamu mampu membahagiakan orang-orang yang kamu sayangi? fokuslah ke depan. Yakinlah pada dirimu, yakinlah pada kemampuanmu, you are who you are believe, you are who you are thinking, kamu sekuat apa yang kamu pikirkan. "


to be continued....

Tidak ada komentar:

Posting Komentar