Senin, 24 Februari 2014

Ningki Sadu Putra "Matematika Ibarat Game Bentuk Angka dan Logika"



Sebagian besar siswa baik tingkat SD, SMP, maupun SMA/K menganggap matematika merupakan mata pelajaran yang menyeramkan. Tak jarang banyak siswa yang membenci mata pelajaran yang satu ini. Namun, hal tersebut tidak berlaku bagi Ningki Sadu Putra, remaja yang belum genap berusia 19 tahun ini sangat tertarik terhadap matematika. Baginya matematika ibarat sebuah game yang dikemas dalam bentuk angka dan logika.

  
koma pict : dari kiri swandari, Pradnya, & ningki

Cowok yang akrab di panggil Ningki ini, mulai tertarik dengan matematika sejak ia duduk di kelas 5 SD.  Pada saat itu, Ia mulai mengerjakan soal-soal setara untuk anak SMP yang mustahil bagi bocah seumur jagung seperti dirinya dapat menuntaskan soal tersebut. Tapi, itulah Ningki. Rasa ingin tahu yang kuat membuatnya berhasil memecahkan soal tersebut. Seiring berjalannya waktu, putra dari pasangan Gusti Nyoman Santika dan Desak Made Maleni ini juga mulai tertarik mengikuti perlombaan yang ada kaitannya dengan matematika. Pada tahun 2009 dan 2013, Ningki ikut berpartisipasi dalam kegiatan tahunan Himpunan Mahasiswa Jurusan Pendidikan Matematika UNDIKSHA yakni kegiatan Gema Lomba Matematika atau yang akrab disebut GLM.

Ningki mengungkapkan bahwa pertama kalinya dia mengikuti GLM ketika ia menginjak kelas II SMP. "Pertama, saya mengikuti GLM karena tuntutan dari sekolah untuk mengirim peserta terbaiknya dalam ajang ini. Kedua, saya sangat menyukai matematika" ujar cowok berbintang gemini ini dengan menyelipi beberapa gurauan ketika diwawancarai. Berkat usaha dan kerja kerasnya, Ia mampu meraih juara 2 GLM kategori SMP tahun 2009 dan juara 1 GLM kategori SMA tahun 2013 lalu. Meski ini menjadi hal yang pertama sekaligus baru bagi dirinya namun ia mampu membuktikan bahwa kemampuannya ternyata melebihi ekspektasi yang diharapkan.  Percaya atau tidak,  selama perjalanannya mengikuti lomba, tak satupun pernah ia temui kata 'gagal' untuk masuk ke babak final. Ditanya mengenai persiapan yang dilakukan sebelum lomba, Ningki menjawab dengan penuh antusias "Ya, persiapan itu tentu saja ada. Pembinaan intensif saat pulang sekolah dilakukan satu bulan sebelum perlombaan dimulai. Di samping itu, pembina pun memberikan sejumlah soal dengan tingkat kesulitan yang bervariasi yaitu dari tingkat mudah,sedang, dan sulit". Namun, yang namanya manusia pasti tak akan pernah luput dari kesulitan. Begitu pula dengan cowok kelahiran Panji Anom ini, yang merasakan kesulitan ketika menemui soal-soal yang tidak dapat dipecahkan oleh guru maupun dirinya. Sehingga efek sampingnya soal tersebut akan terus terbayang-bayang dan membuat Ningki semakin penasaran memecahkannya.

Selain pembinaan intensif dari pihak sekolah, Ningki pun memiliki beberapa trik saat menjawab pertanyaan yang ada dihadapannya. "Pertama kita bisa beranjak dari clue-clue tersembunyi yang ada  pada soal. Lihat apakah yang diketahui di sana, apa yang harus kita ketahui dan apa yang ditanyakan, kita harus mampu membuat koneksi atau hubungan yang saling mengaitkan satu sama lain sehingga mampu menarik kesimpulan guna mencari suatu penyelesaian yang tepat. Jika memang penyelesaian soal itu tidak terpikirkan maka lebih baik untuk melewati soal tersebut dan mulai kembali pada soal yang kita anggap mudah " tutur Ningki.

Menurut Ningki , kegiatan GLM sudah sangat bagus dan semakin nyata perkembangannya. Tingkat kesulitan soal pun dari tahun ke tahun semakin baik dan cocok untuk tingkat kesulitan soal-soal olimpiade. Namun dirasa ada beberapa hal yang perlu dibenahi dalam pelaksanaan GLM kedepannya. "Dari segi waktu, agar lebih efektif dan efisien maka sebaiknya durasi waktu saat pengumuman dipercepat agar peserta tidak merasa bosan " saran cowok kelahiran 9 juni 1995 ini. Ningki juga menambahkan agar saat babak penyisihan memperhatikan kenyamanan peserta lomba. "Buatlah suatu inovasi demi terciptanya kenyamanan tersebut dimana ini merupakan tanggung jawab dari panitia pelaksana. Kenyamanan yang saya maksudkan di sini adalah tempat pelaksanaan babak penyisihan di auditorium yang membuat  peserta 'ribet'. Peserta dituntut untuk membungkuk, saya pun bingung bagaimana harus memulai bekerja jika saya sendiri merasa kurang nyaman dengan kondisi yang seperti itu. Tapi, saya sadari hal ini terjadi karena terpatok pada jumlah peserta yang mengikuti GLM dari tahun ke tahun semakin meningkat sehingga tidak memungkinkan untuk melaksanakan babak penyisihan di ruang kelas" ujarnya.  Tapi, terlepas dari kekurangan yang ada, cowok yang sempat menjadi peserta OSN tahun 2012 dan 2013 berturut-turut ini berharap kedepannya kegiatan GLM masih tetap berlangsung bahkan dengan menyertakan terobosan-terobosan baru terhadap jenis soal, fasilitas serta cara pelaksanaan. Di sini Ningki sangat berharap agar piala tetap sang juara itu diperbesar ukurannya, bahkan kalau bisa pencarian juara ditambah sampai 6 besar, misalnya. "Saya sangat mengharapkan adanya sistem medali bagi para pemenang. Jadi bukan hanya sekolah yang menerima piala, tapi para peserta pun dapat berbangga akan medali yang mereka raih" harap cowok yang masih berstatus pelajar di SMA Negeri 1 Singaraja ini.

Terakhir ketika ditanya mengenai cita-cita , Ningki awalnya menjawab dengan sebuah gurauan yang mengundang tawa dari tim redaksi. "Sesungguhnya cita-cita saya masih ngambang" guraunya. "Tapi, jujur saya ingin menjadi pembina olimpiade, alasannya sangat sederhana. Saat saya menjadi pembina olimpiade saya akan semakin sering menemukan soal-soal dengan kualitas yang bagus dan saya merasa lebih mudah untuk mengajar siswa yang sudah pintar, kita hanya mengasah kepintaran mereka saja. Tidak perlu banyak mikir" tutup cowok dengan hobi tidur dan nonton ini.  (swandari, Pradnya & kana)


2 komentar:

  1. makasi kak,, saya menghargai ini

    BalasHapus
    Balasan
    1. Wah kk bru cek komentar nih , iya sama2 ya makasi sdh jd narasumber tulisan kk. Sukses trus ya dik :)

      Hapus