Senin, 20 Januari 2014

Cerpen : Kebahagiaan milik Riri



“Ri….” Terdengar suara lantang memanggil ku dari arah kantin. “Apa-an? Gawat banget!” tanya ku ketus. “Pinjem PR matematikaa donnnkkk….”pinta Vivi . “ishh,, emang kamu belum buat?” aku kembali berjalan menuju ruang kelas yang hanya beberapa langkah dari kantin. “makanya Ri,, aku pinjem yaahhh?” Vivi mencoba membujuk ku lagi, kali ini Vivi menyodorkan sebungkus roti strawberry padaku. Mungkin ia akan menyuap ku dengan roti kali ini, fikirku. “dasarrr! Tau aja kebisaaan ku yg setiap pagi belum makan!! Iya deh.. tuh ambil di tas ! bukunya pakek sampul warna ijo lumut ya!” Aku memutuskan untuk menerima sogokan Vivi  dan menyuruhnya untuk mengambil sendiri buku PR ku di dalam ransel hitam pemberian mama. Umur tas ku masih sangat muda, baru satu tahun sejak aku berulang tahun september lalu. Pagi ini sama seperti hari-hari biasanya, karena emang ga perna ada yang spesial di kelas ini. “Eh Ri…gimana ??” tanya Vivi tiba-tiba. Aku tak mengerti jelas apa yang ditanyakan olehnya. “Gimana apanya Vi..??”. tanyaku balik. “Itu masalah penyakit mu? Udah ada perubahan belom?”. Baru kali ini aku mendengar Vivi menanyakan hal seputar penyakit ku. Padahal tiap kali aku cerita ga perna di denger. Huft.. Gerutu ku dengan raut muka jengkel terhadap Vivi yang tak bisa kusembunyikan.  “Ga ada perubahan Vi,, kadang aku mikir kalo bentar lagi aku gak bakalan bisa bareng di kelas ini sama kalian lagi.Hampir tiap malem aku ga bisa tidur Vi, penyakit itu seakan-akan mengawasi ku agar aku selalu terjaga.” ucapku lirih dengan tanpa kusadari air mata ku mengalir deras pagi itu. Padahal aku udah janji buat ga nangis lagi apapun permasalahan yang sedang kuhadapi. “Kok kamu ngomong gitu, Ri..? Masalah sebesar apapun aku yakin pasti akan ada jalan keluarnya” vivi menenangkanku sejenak. Tapi air mata ku terus saja mengucur tanpa ada yang bisa menghentikannya. Semua teman-temanku heran, mereka bertanya-tanya dalam hati, apa yang sebenarnya membuat ku menangis pagi ini? “Ri… coba deh kamu fikir, banyak orang-orang yang lebih menderita daripada kita diluar sana.Mereka gak punya tempat tinggal, makan hanya sekali bahkan bisa tak makan sama sekali, ada yang ga bisa sekolah, cacat, banyak Ri. Kita yang baru dikasi masalah sedikit sama Tuhan aja udah mengeluh. Kita tuh mestinya memperbanyak rasa bersyukur Ri, bukan malah mengeluh tiap detik!” Vivi mencoba untuk menyadarkan ku agar tabah menghadapi ini semua. “Kamu bener Vi.. tapi aku masih ga bisa ngebayangin ini semua terjadi sama aku dan keluarga ku Vi!! Apa salah ku dan keluarga ku? Semua itu ga ada yang bisa jawab Vi! Aku hanya bisa pasrah,kalo emang nasib ku MATI di usia muda ga apa deh, setidaknya aku udah siap" aku mengahapus semua air mataku dan berlari meninggalkan vivi di kelas lalu menuju toilet yang berada hanya beberapa meter dari kelasku , aku meninggalkan vivi yang sangat mengkhawatirkan diriku. Aku basuh mukaku dengan air keran, lalu kupandangi diriku lekat-lekat dalam sebuah cermin di depan washtafell penuh dengan coretan tangan-tangan jahil siswa kelas XII, entah sebagai tanda perpisahan karena mereka akan meninggalkan sekolah mereka tercinta atau just iseng aja. Tuhan…apa aku ga pantes buat bahagia selama hidupku? Bukankah setiap orang dilahirkan ke dunia ini untuk hidup bahagia bersama orang yang ia sayangi? Tapi, kenapa itu ga bisa terjadi buat ku? Aku sudah cukup menderita karena teman-teman mencibir ku  selama ini. Entah mengapa mereka seakan-akan tak pernah menerima aku di sekeliling mereka. Semuanya udah aku kasi buat mereka, mereka nyontek semua pekerjaan ku, bahkan mereka ngelunjak sama guru dan ngaku-ngaku bahwa itu semua mereka yang buat di rumah. Aku sudah cukup sabar tapi kesabaran orang ada batesnya. Aku tahu ga sepantesnya aku marah dan kesel terlahir sebagai anak pintar, tapi aku ga mau hanya karena itu aku jadi dijauhin karena aku ga mau bagi-bagi jawaban sama mereka, atau bahkan dibilang pelit. Sekarang aku selalu jadi serba salah. Ga dirumah dan di sekolah. Apa aku cuma bisa bikin orang-orang sekitar ku menyesal untuk memiliki ku? Aku gag ngerti Tuhan! Cobaan hidup ku memang begitu menyedihkan. Ucapku lirih.
“Ri…?? Kamu kenapa melamun di depan cermin sih? Kamu abis nangis ya?” tanya Ditya yang saat itu kebetulan lewat di depan toilet. “Ah.. eng-enggak apa-apa kok..” aku membuang senyum perih ku pada Ditya. Tuhan kenapa dia mesti muncul lagi. Aku sudah cukup sakit hati pas aku tahu ternyata ditya suka sama Tania dan memutuskan untuk nembak Tania saat jam pulang sekolah sungguh kejadian menyedihkan untukku setahun lalu. Sampai-sampai 5 gulung tisu aku habiskan hanya untuk menangisi Ditya. Vivi pun heran saat itu, aku yang masih mencintai Ditya tak ingin untuk melihatnya menyakiti hati Tania kalo seandainya aku kasi tau perasaan ku yang sebenarnya. Ditya ama Tania emang pasangan yang serasi yang tak mungkin terpisahkan. Aku iri pada Tania yang bisa memiliki Ditya seutuhnya. Sedangkan aku ? aku hanya bisa untuk melihat senyum Ditya dari jarak jauh. Hanya Vivi yang mengerti perasaan ku pada Ditya. Vivi juga yang bisa menjaga rahasia ini. Ditya.. andai aja kamu tau, aku sakit harus kaya gini terus dit, berpura-pura tersenyum. Aku pengen curhat dit ke kamu, tapi kurasa itu ga mungkin. Aku takut teman-teman menganggap ku cewek perebut pacar orang. Lirihku dalam hati. “Emm… balik ke kelas yuk??” ajakku lalu menarik lengan Ditya. Aku tau saat itu Ditya masih bingung padaku. Di kelas Vivi menatap ku dengan tampang penuh kecemasan. Ternyata ia sudah lama menungguku untuk kembali ke kelas. “Are you ok?” Vivi memastikan keadaan ku setelah ia melihat mataku yang sembab seperti berkantung dengan warna kehitaman menghiasi kelopak mataku. “Vi.. buat aku tersenyum sepanjang hari ini yah?? Aku ga mau sedih lagi Vi.” Pinta ku pada Vivi yang masih memperhatikan ku seperti dokter yang ingin memeriksa pasiennya. “Hemm.. okelahhh. Janji ya ga nangis lagi? Aku lagi ga ada duit pake beliin kamu balon hari ini. Heheh.. peace?” ledek Vivi. “Hahaha… kamu ini Vi. Emangnya aku anak kecil! Sekalian aja beliin aku lolipop!” aku mulai tersenyum riang saat itu meski ku tahu senyum itu belum sepenuhnya ikhlas tuk aku lontarkan. Yah .. setidaknya bisa untuk menutupi kesedihan ku detik itu juga. Meski aku juga tahu kesedihan itu ga bakal hilang.
Jam pelajaran pun usai. Sebelum pulang Aku dan Vivi mampir sebentar di dagang siomay. Kami memang sengaja menyisakan uang jajan kami untuk membeli siomay, karena siomay adalah makanan favorit kami berdua. Setelah vivi mengantarkan ku pulang, aku melihat tatapan matanya padaku, ia seakan-akan ingin memberitahu ku sesuatu tapi aku gak tau apa yang membuat Vivi mengurungkan niatnya. “Dadah…” vivi mengucapkan kalimat terakhir sebelum ia kembali ke rumahnya setelah mengantarkan ku. “Makasi ya, Vi!” aku bergegas masuk. Ku letakkan tas ransel ku di atas meja belajar dan ku lihat mama sedang sibuk dengan masakannya. Aku lelah, setelah habis kusantap siomay ku, aku segera beristirahat sebentar mencoba untuk tidur. Aku terbangun ketika mataku melihat jam beker putih yang di dalamnya terlukis gambar mickey mouse telah menunjukkan pukul 5 sore. Aku mengambil handuk lalu berangkat untuk membasuh seluruh tubuhku dengan air hangat yang sudah disiapkan mama. Waktu bergulir begitu cepat. Usai belajar, aku sekilas menoleh kearah jam dinding ku yang tampaknya sudah menunjukkan  pukul 11 malam. Aku beranjak ke kamar merebahkan tubuh ku di kasur dengan motif bunga berwarna biru itu. Aku takut untuk memejamkan mataku, serasa ada yang mengawasi ku malam ini dan ia bersiap untuk menyiksaku habis-habisan malam ini. Sesuatu yang ga perna aku tahu apa itu. Seribu bahkan triliun tanda tanya ku juga ga bakal bisa terjawab. Namun, tanpa sadar malam itu aku tertidur pulas. Aku terbangun ketika aku merasakan gatal, super-super gatal di tubuh ku melebihi gatal akibat ulat bulu bahkan sengatan lebah atau semut merah. Aku berfikir, malam ini penderitaan ku dimulai lagi, setelah beberapa hari sebelumnya aku merasakan hal yang sama dan tepat pada waktu yang sama, yaitu pukul 1 malam. Aku serasa berada di dalam dunia yang aku sendiri tak tau itu dimana. Bibir ku terasa kelu dan sulit sekali untuk memanggil nama mama. Aku ingin menangis tapi ga bisa, ingin berteriak terasa sangat sulit bibirku tuk mengucapkan sepatah kata apapun, seperti memang digembok dan kuncinya dibuang ke tempat yang ga bisa kujangkau. Aku hanya berdoa malam itu. Aku berharap pada Tuhan untuk bisa membebaskan ku dari penderitaan ini dan bisa tidur nyenyak malam ini berharap mentari segera memancarkan sinarnya.
“kriiiiiiiiiiinnnnnngggggggg…………….” Suara jam beker tepat disebelah telinga ku hampir saja membuatku terjatuh dari tempat tidur. “Sudah pagi?” aku bertanya-tanya dalam hati, apakah ini sungguh-sungguh mentari pagi? ini bukanlah sebuah tipuan ilusi kan? Tapi, secepat inikah? Aku baru bisa tidur jam setengah 3 pagi. Ini gak bisa dipercaya!! Aku masih ngantukkkkk! Tapi, aku juga gak mau balik ke malam dimana aku sama sekali tak bisa tidur dengan nyenyak. Hatiku berteriak, amarah ku meluap. Untung saja tak ada yang mendengar suara hatiku ini.  Dengan gontai aku pergi untuk membasuh tubuhku. Selesai mandi, aku buru-buru mengenakan seragam batik putih ku. Mengikat rambutku, mengoleskan sedikit bedak untuk mempercantik penampilan. Humh.. I’m finish. Well, inilah aku, begitu pandainya menyembunyikan apa yang terjadi sampai-sampai orangtua ku pun tak pernah mengetahui apa yang terjadi padaku. “Maaa….. aku berangkat dulu ya” aku melihat mama masih tertidur di ranjang nya, kasian mama tiap hari lelah mengurusi pekerjaannya. Aku jadi teringat saat mama tertipu oleh orang yang berkedok seorang pemilik suatu swalayan dari Jakarta yang mengatakan mama memenangkan doorprize dan akan diberikan hadiah sebuah motor. Aku masih ingat sekali kejadian itu, aku tak mempercayai orang itu, namun mama ? aku sendiri heran kenapa mama bisa begitu percaya dengannya. Aku mulai berfikir kalo mama terkena hipnotis melalui telepon. Dan ternyata dugaan ku benar, mama telah kehilangan uangnya hampir sejuta, itupun bisa lebih jika papa tidak bisa mencegah mama. Aku sedih sekali saat itu, membayangkan kembali uang mama yang raib, uang yang selama ini susah payah diperoleh nya. Mulai saat itu aku mulai belajar untuk hemat, supaya aku bisa memenuhi segala kebutuhan sekolah ku tanpa uang mama. Sekolah di sekolahan favorit aja udah bikin uang mama terkuras setiap bulannya. Biaya inilah biaya itulah .. humh,, tekad ku makin kuat untuk bisa ngebahagiain mama. Gumam ku. “Eh kamu Ri, mau berangkat ya?” mama terbangun dan sedikit mulai menyadari kehadiranku di depan pintu kamarnya. “Ia ma.. Riri berangkat dulu ya, hari ini aku ada les di sekolah ma, jadi pulangnya agak telat dikit. Bye ma.” kucium tangan lembut mama lalu bergegas pergi, aku ga ingin mama memergoki ku menangis.
Di sekolah Vivi sedang asyik dengan laptopnya, apalagi kalo bukan fb’an .."Hy, Vi.. sibuk banget. Pasti lagi chating ama bebeb mu ya?” aku mencoba untuk membuat Vivi beralih padaku. “ihh.. apaan seh?? Jadi pengen malu nih aku…” Vivi tersipu malu. haha.. aku berhasil membuat wajah Vivi jadi merah seperti abis berjemur seharian di depan tiang bendera sambil mengangkat salah satu kakinya, memegang kedua telinganya. Hahaha.. itulah yang sering dilakukan Pak Ardi terhadap kelakuan muridnya yang selalu meledeknya di kelas.. “Oya.. gimana Ri?? Semalem kumat lagi penyakit mu?” tanya Vivi. Pembicaraan kami beralih dari yang membicarakan bebebnya ke penyakit super aneh yang hinggap di tubuhku. “Hem.. bukan kumat lagi Vi. Lebih dari itu! Semalem aku sukses dibikin ga bisa tidur nyenyak, nih liattt! Mataku sipit banget kan? ini semua gara-gara aku cuma dapet tidur 3 jam tauk !” tuturku sambil menunjukkan kedua mataku yang sipit. “Udah coba ke orang pintar??” vivi bertanya hal yang sama seperti yang ditanyakan rosa, sahabatku pas smp. Ya.. karena selain Vivi yang tau, aku juga curhat ke rosa, aku gak kuat nanggung ini semua. Aku butuh tempat curhat, dan tempat yang pas untuk curhat itu adalah sahabat ku. Entah kenapa tempat itu bukanlah orangtua ku sendiri, mungkin aku tak mau menambah pikiran orangtua ku yang sudah cukup rumit dengan masalah yang menghampiri keluarga kami akhir-akhir ini. Pikirku. “Udah kali Vi. Dia bilang kalo aku ni ada yang ganggu!!” tiba-tiba aku merasa suasana pagi itu terasa mistis. Kalo cerita masalah orang pintar dan penyakit ku, aku jadi ingat saat pertama aku mendatangi rumah orang pintar itu. Siang itu aku, mama dan papa yang pergi ke orang pintar kepercayaan keluarga untuk menanyakan masalah penyakit ku. Tapi, entah kenapa aku merasa sangat sulit untuk bisa sampai ke rumah orang itu. Dari awal perjalanan ku selalu saja ada halangan. Aku sempat berfikir apa aku emang gak ditakdirkan buat sembuh? Sampai akhirnya setelah hampir 30 menit aku, mama dan papa muter-muter ga karuan, kita sampai di sebuah rumah yang ga cukup besar, ada mobil tua yang terparkir rapi di garasi dan seekor anjing putih dikerangkeng dekat pintu berpagar putih. Kami sempat menunggu 2 jam disana karena orang pintar itu sedang menangani pasiennya yang lain. 2 jam berlalu orang itu datang, ternyata dia seorang nenek tua. Aku, mama dan papa dipersilahkan masuk ke ruang praktiknya. Sungguh suasana yang mencekam ku rasakan, maklum ini pertama kalinya aku pergi ke orang ahli spiritual. Terdengar juga suara burung gagak yang sengaja ia pelihara di dalam rumahnya yang memekak telinga ku, huh.. gendang telingaku serasa hampir pecah. Ia menyuruh ku memasuki sebuah ruangan yang begitu penuh aura spiritual. Kemudian, ia melakukan suatu ritual yang membuat bulu kuduk ku merinding dan jantung ku berdebar sekencang mungkin. Bayangkan saja dia berbicara sendiri, sepertinya dia berbicara dengan “makhluk” yang hanya bisa dilihat olehnya. Aku takut setengah mati. Tiba-tiba.. ia membalikkan tubuhnya yang renta dan mulai berbicara pada kami “Ada yang mengganggu anak anda, pak, buk !” kata nenek itu. Aku gak tau harus berkata apa lagi saat itu. Hati ku tiba-tiba terasa amat sangat perih melebihi perihku pada Ditya. Aku mencoba menahan gumpalan air mata yang sudah ada di pelupuk mataku. “Lalu, siapa orang yang menyakiti anak saya?” mama mencoba menggali informasi lagi, namun nenek itu bilang nanti aku juga akan tau sendiri dalam mimpi. Namun, sampai saat ini aku tak pernah memimpikan orang itu. Aku masih di hinggapi seribu rasa penasaran ku.
 “Eh Ri… kok bengong? Ya udah ga usa terlalu dipikirin! Jajan yuk? Kamu pasti belum sarapan lagi kan?” ajak vivi. “Tapi, Vi..?” aku berusaha untuk menghentikan vivi, kasian dia masak aku nebeng makan mulu pake uang jajannya. Kan ga seru… “Udah, ga apa, ayok!” vivi menarik lenganku.
Usai pelajaran, kelasku ada les bahasa inggris, aku udah sempet ijin sama mama dan untungnya mama ngerti. “Ri.. kapan-kapan jalan-jalan, yuk?? Kan udah lama kita gak jj bareng. Mau ya?” bujuk Vivi. “Emm iya deh Vi.. tapi ga ampe lewat jam enam ya, kamu kan tau penyakit ku bakal kumat kapan aja” tegasku pada Vivi. “Iya,, aku juga tau kok. Emm .. tapi enaknya kemana ya?” vivi sangat asyik memikirkan kemana kami akan jj weekend nanti. “Engg.. ke pantai bagus kali ya? Ehh.. ga ke mall aja pasti lebih seru, bisa cuci mata, belanja-belanja” vivi masih sibuk mengoceh sendiri. Namun perhatian ku tertuju pada ditya yang sedang bercanda ria bersama Tania di depan kelas Tania. Perasaan ku kini tertusuk lebih dalam melihat kemesraan mereka. Ditya nampaknya sangat bahagia memiliki Tania, cewek cerdas, baik hati, cantik, lemah lembut dan tajir. Apa ditya akan sebahagia itu jika bersamaku? Kayanya ga mungkin. Aku ga seperti Tania yang super perfect di mata ditya. “Iiihhh.. Riri. Daritadi kamu ga denger aku ngomong ya?” vivi melambai-lambaikan tangannya tepat di wajahku, seketika membangunkan lamunan ku. “Liat apaan sih Ri??” vivi lalu menoleh ke mana pusat penglihatan ku mengarah. “Ri? Kamu masih mikirin ditya? Udah lah lupain aja! Kamu selama ini terus mikirin dia, tapi ditya?? Apa kamu bisa mastiin kalo dia bakal seperti kamu yang mikirin dia terus,hah? Bangun Ri!! Ditya udah jadi milik Tania.!!” tegas vivi. “Iya aku sadar vi. Tapi, aku ga bisa lupain dia!” aku menangis sejadi-jadinya saat itu untung saja ditya dan Tania ga denger suara tangisan ku. “Udah ayok jalan” vivi kembali menarik lenganku. “Apa?? Enggak ah vi.. aku ga mau lewat sana" aku melepaskan pegangan vivi, aku enggan tuk melewati ditya dan Tania yang tengah pacaran. “Ri.. ayolah. Kita gak mungkin muter ke amerika dulu kalo jalan menuju aula ya cuma ini !!” vivi kali ini benar, aku ga mungkin untuk menghindari mereka. Toh nantinya juga aku bakal ketemu mereka lagi. Kami mulai berjalan tepat di depan mereka lalu aku memberanikan diriku untuk menyapa ditya. “Hai.. dit. Gag les?” tanyaku sok ga merasakan kesedihan ketika  kehilangan ditya. “Ohh iya ..entar deh.” singkat ditya. Hanya itu? Sesingkat itukah? Aku merasa ditya memang sudah benar-benar melupakan ku. Kali ini aku yang menarik lengan vivi dan mempercepat langkah kami menuju aula sembari menunggu guru les kami.
Pelajaran Les hari ini ga masuk sama sekali di otakku. Perkataan ditya yang begitu singkat siang tadi begitu membuat ku yakin, bahwa dia benar-benar melupakan ku. Malam ini aku gak sempat buat baca buku untuk mata pelajaran esok. Kepalaku pusing memikirkan masalah ku yang semakin rumit. Aku tidur ditengah kehangatan sang bulan yang sedang bercengkrama bersama sang bitang.
Tapi.. sebelum mataku terpejam aku terngiang ucapan Vivi yang mengatakan ‘kita gak boleh banyak ngeluh, tapi perbanyak lah rasa terima kasih kita pada Tuhan’. Aku sadar selama ini aku banyak banget ngeluh, aku sekarang yakin bahwa setiap masalah pasti akan ada solusinya. Kebahagiaan yang dimiliki setiap insan bukanlah materi, tapi kasih sayang dan kehangatan bersama orang tersayang. Aku cuma hanya punya sedikit kebahagiaan yaitu mama dan papa. Oya satu lagi, Vivi yang selalu memberiku nasehat apapun masalah yang tengah kuhadapi. Aku janji ga akan menyia-nyiakan hidupku. Aku punya segudang impian yang belum ku raih yaitu ngebahagia-in mama dan papa. Cuma mama sama papa yang paling kusayang saat ini. TUHAN kumohon jangan ambil semua kebahagiaan Riri. Riri janji ga akan ngeluh lagi dan akan tetap tersenyum apapun masalah yang riri hadapi.
Selang waktu berjalan, penyakit yang menghantui hidup ku sedikit demi sedikit mulai menghilang dan kehidupan ku kembali berjalan normal. Dengan tekunnya, aku melakukan pengobatan serta mencoba melupakan Ditya. Cobaan ini membuat ku semakin mendekatkan diri dengan Tuhan. Kesembuhan itu pasti ada! aku yakin, yaa.. aku sangat yakin ! Tuhan memberikanku KEYAKINAN itu.
Kini, aku sudah sembuh total, sembuh fisik dan mental. Tapi, aku pun yakin penderitaan itu akan selalu membayangi kehidupanku, sekarang saatnya aku belajar lebih dewasa agar mampu menghadapinya, tanpa banyak mengeluh.

by :
Swandari

Minggu, 19 Januari 2014

Dear Ibuku Tercinta..


                      Ada banyak hal sebenarnya belum sempat ku ucapkan padamu…Entah ,, aku juga ga ngerti  kenapa aku gag pernah berani buat cerita apapun yang aku alami…Banyak sekali yang harus aku keluhkan padamu, tapi aku malah berfikir untuk memendam itu semua..
Bu.. aku pengen ibu tau kalo aku sebenernya sayang banget sama ibu,, seperti yang ibu tau, aku sulit untuk menunjukan sayang itu padamu ibu.. Jujur aku ngerasa kadang jadi anak yang cuma nyusahin ibu aja!! Aku selalu  ngebuat ibu susah, terbebani dengan kehadiran ku..Aku sedih liat ibu harus bekerja keras supaya aku bisa sekolah..Ribuan tetes air keringat darimu mungkin ga sebanding dengan apapun yang aku lakukan untuk mu ibu..
Ibu telah berusaha agar aku bisa lahir ke dunia ini, melihat betapa indahnya kehidupan ini..
ibu bahkan rela mati untuk melihat ku tetap hidup.. saat aku sakit ibu-lah orang pertama yang memberiku obat, merawat ku dengan penuh kasih sayang..ibu yang mengajarkan aku bagaimana berpakaian yang benar, berbicara yang sopan, bertingkah laku yang selayaknya, sampai memaafkan segala kesalahan orang pada kita,
Masih ingat-kah ibu saat ibu bertengkar dengan ayah ?? kejadian nya sudah sangat lama sekali, mungkin saat usia ku masih 6tahun. Saat itu ibu bilang akan meninggalkan kami dan pergi ke rumah kakek di Singaraja. Apakah ibu tau bagaimana perasaan ku saat itu?? Aku sungguh ingin melarang ibu pergi, tapi aku ga bisa! Aku malah memilih menangis di kamar.. aku sangat takut untuk kehilangan mu ibu.. untunglah saat itu ayah berhasil meredam kemarahannya dan mengalah demi ibu dan kami. Aku kira itu terakhir kalinya ibu berbicara akan meninggalkan kami, tapi sekarang aku malah semakin sering mendengar ibu berkata seperti itu.. setelah 9tahun lamanya aku berharap tak ada lagi kata-kata itu terucap dari bibir mu,,
Apa ibu tau?? Aku bukan apa-apa tanpamu!! Jangan pernah pergi kemana-mana, Bu!! Ibu lebih berharga dibandingkan dengan apapun. Satu hal lagi, tiap ibu terbaring kesakitan ..Aku selalu berdoa sama TUHAN supaya rasa sakit Ibu dipindah ke tubuh ku aja, aku ga bisa lihat ibu kesakitan… lebih baik aku yang sakit karena aku akan mampu tuk tetap bertahan sesakit apapun itu.
Aku sering banget iri sama keluarga temen aku,, mereka selalu punya waktu untuk kumpul bareng, cerita-cerita bareng, jalan-jalan bareng. Tapi kalo aku? Aku sebenernya pengen untuk seperti mereka, namun sepertinya keadaan yang selalu tak mengizinkan.. ibu selalu sibuk dengan pekerjaan rumah tangga. Dan aku tahu itu semua untuk membantu ayah membiayai segala keperluan. Pengen kumpul bareng tapi lagi-lagi niat itu urung terlaksana karena ku lihat ibu sudah cukup lelah. Kalau aku menambah beban ibu dengan segala masalah ku, aku takut malah jadi kepikiran sama ibu..
Bu.. aku pengen lain kali kita bisa saling curhat..Dan mungkin itu semua adalah sedikit curahan hatiku , maaf aku ga bisa ngomong secara langsung ke ibu mungkin lewat surat ini aku sudah mengungkapkan seluruh isi hatiku ke Ibu. Maaf  aku selama ini cuma bisa ngebebanin Ibu, bikin Ibu selalu kepikiran sama aku karena kadang kalau aku pergi ga pernah izin dulu, maaf udah bikin ibu kesel, bahkan bikin ibu nangis..Aku ga bisa balas semua keringat ibu dengan sesuatu yang berharga..
Satu keinginan ku adalah “MEM-BAHAGIAKAN mu IBU”, itulah yang sedang aku usahakan saat ini..
sepenggal lirik lagu ini mewakili perasaan ku padamu, Bu..
ku serahkan  semua yang kau minta, kan ku penuhi,
ku bertahan hanya disaat ibu di sisi ku.
Semua yang pernah ada kan ku taruhkan, perasaan ku berikan tak sedikit waktu pun kan kutinggalkan demi bersama mu
Maha besar kau telah berikan ku hidup ,,kau segalanya di hidup ku, ibu yang kucintai di dalam hati ku, kau terbaik di mata ku..

SELAMAT HARI IBU 22Desember
&
SELAMAT ULANG TAHUN 20Desember
L O V E you

Cerpen : Pelangi Indah Untuk Dinda



Seuntai kata cinta akan terucap manis apabila kita mampu dan memiliki keberanian tuk ungkap itu semua. Dan sebuah penyesalan kalo kita tak pernah bisa lakukan itu.
                “ Heyy… Din..! asyik banget baca novelnya ! ampe lupa ama sekitar. Ckckck. Novel apaan sih? “ dengan sigap Rara merebut novel yang sedang kubaca. “ ihh..Rara apa-apaan sih, aku lagi baca tauk!!!! kan lagi seru.. ” sahutku dengan tampang memelas meminta novel itu. “ hahaha..iyaiya, neh! Ga usah cemberut gitu dong ! tu..tu.. jeleknya jadi nambah kelihatan. Hihihi “ ledeknya. “ humhh, abisnya ga bisa liat orang seneng sih! “ ucapku ketus dan mengambil kembali novelku. “eh bentar deh.. itu novel yang kamu bilang dikasi Kevin ya?? “ tebak Rara, sambil cengar-cengir ga jelas. “ iya.. novel yang udah lama pengen banget aku punya, tapi karena ga ada duit jadi kutunda dehh. Ga tau kenapa si Kevin bisa tau and then beliin ni novel buat aku. Pake acara ngasi bunga mawar segala lagi!! “ jawabku dengan pipi seketika merah merona ketika Rara berhasil  membuatku tersipu malu. “ tu kan Din.. udah ku bilang Kevin tu suka ama kamu… yeee.. kamunya aja yang ngeyel kalo ku kasi tau..! “ ujar Rara meyakinkan. “ hufft.. udah deh ga usah bahas itu! Emmm.. kantin yukk.. aku traktir dehh.. “ bujukku. “ wahh.. bener  ya? “ Rara masih tak percaya. “ iya.. kalo udah urusan makan aja, nomer satu dah ! Rara.. Rara.. “ aku membalas ledekannya barusan.
                Upppssttt… ada yang lupa !. aku Dinda murid SMA Tunas Bangsa. Emmm.. ga ada yang special dari aku, just info aja sih. Aku anak tunggal, tiap hari orang tuaku pulang pergi ke luar kota, sampe ga perna ada waktu buat aku meski hanya untuk makan malam atau ngerayain ulang tahun aku. Di sekolah aku terkenal jail bahkan super –super jail dan ceria. Tapi, seketika kejailanku hilang saat aku baca novel. Entah kenapa kalo aku udah baca novel, aku serius banget, ga bisa diganggu sama sekali. Tapi,dibalik itu semua sesungguhnya aku kesepian. Hanya ada Rara, sahabatku dari SD dan ga tau kenapa kita bisa satu sekolah terus. Mungkin Tuhan kirim Rara untuk selalu ada menghiburku, Rara-lah yang bisa buat aku tersenyum. Dia orangnya sok tau dan ngefans banget sama Michael Jackson. Walaupun sesungguhnya aku memang lebih fanatic sama The King of Pop yang satu ini. Hehe.. hobiku baca novel, tau gag?? Uda hampir seratus novel yang ku baca !!. sedangkan Rara ? hummhhh.. dia mah ga suka baca !. ditawarin buku apapun, dijamin ga bakal dia baca, kecuali artikel MJ.
                “ ehh.. Din! Bengong aja, aku pesen semangkuk bakso yak? “ ucap Rara memecahkan keheningan saat itu. “ hha? Apa-apa? Engg… iya deh mo sepuluh mangkuk juga boleh kok ! “ sahutku singkat sambil tersenyum kecil terhanyut oleh cerita novelku lalu kulanjutkan membaca novel pemberian Kevin, judulnya ‘ first love’ . “ Din.. Dinda ? “ Rara memanggilku seperti ingin memberitahukan sesuatu hal yang tak pernah kuketahui sebelumnya. “ hemmbb.. apa?  “ sahutku dengan tetap memandangi novel di hadapanku lekat-lekat . “ kamu tahu Doni kan ? itu lho anak XI IPA 3“ tanya Rara sambil menyantap baksonya, nampaknya Rara memang kelaparan, baru kali ini aku melihatnya kelaparan seperti itu, hihihi seperti orang yang sudah 5 hari terdampar di Pulau tak berpenghuni ,sepi, dan tanpa ada yang bisa disantap. “ emm, ya.. emang kenapa ? “jawabku singkat.    ihh.. kamu gimana sihh! Dia kan cowok terpopuler seantero sekolah kita “ jelas Rara. “ hufft… infonya rada lebay dehh “ fikirku. “ udah makannya? Cabut yuk ? uda mau masuk kelas nehh.. “ ajakku.
Sambil merapikan buku, setelah itu aku dan Rara beranjak meninggalkan kantin sekolah.
                Dengan pandangan kosong, aku melalui koridor sekolah dan mulai menaiki satu demi satu anak tangga, sambil memikirkan kembali ucapan Rara tadi di kantin. Siapa? Siapa tadi? Doni ? emang iya? Dia terkenal ? kok aku ga pernah tahu tuh!
Tiba-tiba ..
                “ bruukkk.. “ semua buku di tangan ku terjatuh. “ aduh.. maaf ga sengaja..” sahut orang yang menabrakku. “ ha? Gak apa, ini aku kok yang salah, aku daritadi melamun. Jadi ga liat jalan deh.. “ ucapku sambil mecoba berdiri dan mulai meluruskan pandangan ku ke arah lelaki yg menabrak ku, aku terdiam tak menyadari bahwa mataku seketika menatap matanya.  Dan kalian tau apa yang terjadi? Dalam hitungan detik diantara kami berdua terdapat letupan yang berasal dari reaksi-reaksi kimia dadakan. Reaksi itu mampu membuat hatiku berdebar sekencang-kencangnya, sekeras mungkin melebihi dentuman bom atom. Aku harap dia ga mendengar debar jantungku yang seakan ingin meledak saat itu juga. God.. sepertinya aku jatuh dalam medan cinta yang tak pernah kulalui sebelumnya. “Hey..kamu ga pa pa kan??”tanyanya sambil melambaikan tangannya dihadapanku yang langsung membuat ku tersadar setelah sekian menit terpesona olehnya. “ha??kenapa?? engg.. enggak-enggak aman kok! Ga ada yang lecet. Hehe” sahutku agak terbata-bata karna pertanyaannya yang sedikit mengagetkanku. “ya udah. Aku duluan ya?”cowok itu pergi dengan menggoreskan senyum manis nya di hatiku. “ha?? Iya-iya. Aku juga buru-buru neh!!” Aku masih memandangi langkah kepergiannya. Tubuhnya yang tinggi tegap, rambut dengan kerah baju yang diterpa angin, sorot matanya yang indah, senyum dari bibir mungilnya, serta suaranya yang khas dengan kata-kata lembut terucap. Semuanya !! semuanya perfect banget!! FIX aku jatuh cinta ! Ini dia.. kisah cinta yang masih dalam balutan misteri. Aduh kenapa ni?? kok serasa hati aku ada taman bunganya gitu ya??? Apa karena aku lagi berbunga-bunga, sampai bunganya pada bermekaran gitu.. hihihi..ada-ada aja. Tiba-tiba salting plus alay gak jelas gini.  Aku bergumam tanpa menyadari siswa yang tengah lewat dihadapanku mengganggap ku kesambet setan penunggu sekolah. Aduh aku jadi malu.
                “dindaaaaaaaaaaaaa…….!!” Terdengar suara lantang dari arah kelas memanggil ku. Tak salah lagi itu pasti Rara. “Ceeepeetaaannn!! Guru biologi super killer itu uda mau masuk kelas tauk! Entar kamu di hukum lari keliling lapangan basket ato malah di suruh berdiri di depan kelas sambil ngangkat satu kaki en jewer telinga sendiri. Kamu mau kaya geng nya nadia ??? kan serem“ ajak rara . haduuhh.. aku sampe lupa sekarang pelajaran guru biologi tergalak (kata kakak kelas sih. Hehe) tapi, emang galak banget sih. Bayangin aja!! Geng nya nadia pada dihukum bersihin WC selama seminggu gara-gara ga merhatiin dia nerangin pelajaran. Iiiiii…. Ga ngebayangin deh. Bersihin WC yang super-super bauk di sekolah!! Banyak kecoak, lintah,… “aaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa………”dengan langkah cepat aku berlari menuju ruang kelasku. Ku harap aku belum terlambat.
                “Din.. ada apaan sih tadi ??”rara mencuri-curi waktu untuk menanyakan hal tadi saat Bu Tia sedang asyik menulis di papan. “maksud??” tanyaku balik seolah-olah tak mengerti maksud dari pertanyaan rara. “itu tadi. Perasaan kamu tadi ngobrol ama ka doni deh???” rara mencoba untuk memflashback kembali ingatanku. “ha?? Doni?? Ooo.. jadi cowok tadi itu doni!! Doni anak XI ipa 3 yang kamu certain tadi di kantin??” aku mengorek-ngorek cerita rara di kantin. “ enggak !! ya iyalah. Secara yang namanya doni di kelas XI ipa ya cuma dia doang kali!! Gimana sih??” jawab rara ketus. “yah sorry.. tadi aku ga begitu ngeh pas kamu cerita! Gini lo.. tadi dia nabrak aku , trus ngebantuin aku ngerapiin ni buku” jelasku. “oooo… “rara sepertinya paham tentang kejadianku barusan. “ra..” aku melirik ke arahnya. Aku harap rara ga ketawa saat mendengar ide konyol ku ini. “emm.. apaan??” rara tetap mencatat apa yang ditulis Bu Tia di papan. “mau bantuin aku gak ??”pintaku. “bantu apa dulu ni?? emm ada komisinya kan??”seru rara. “hush dasar!! Iya deh kalo rencana ku berhasil , kamu aku traktir 2 bulan penuh” aku meyakinkan rara sambil memasang tampang memelas ku. “janji ya?? Emang ngapain?” Tanya rara nampaknya ia tertarik dengan ideku kali ini. ‘bantuin aku supaya bisa jadian am ka doni yah??” aku agak ragu sebenernya, tapi apa boleh buat ini tuntutan hati aku. “ha? Gila kamu din! Ga ah!! Emang ga ada yang lain ya??” ledek rara.  “humh.. please, please ??” pintaku sekali lagi. “ iya deh.. aku bantu. Besok aku coba tanya kaka aku yang sekelas am doni buat nanyain berapa nomornya.” Jelas rara. “hah.. bener ni?? Ooouuhh kamu emang sahabat aku yang paling baek sedunia ra!! Makasi ya my sweety! Mmmuuuuaaaccchhh…….” Aku memberikan kiss ku tepat di jidat rara. “ish.. ga perlu cium jidat aku segala!! Entar cowo-cowo yang ngeliat pada nyangka yang enggak-enggak !! kan ga lucu dinda sayang!!” rara menghapus bekas bibir ku di jidatnya. “hehe.. maaf “
                Satu hari..dua hari.. tiga hari.. sampe seminggu ga ada kabar terbaru dari rara. Sampe suatu saat rara mengajak ku untuk ketemuan di rumahnya. “nih,, uda aku tepatin kan??” rara menyodorkan ku sebuah rangkaian nomor. “wahh.. hebat kamu ra!! Gimana caranya kamu bisa dapet nope ka doni?” aku penasaran banget, ku tanya langsung rara bagaimana dia mendapatkannya. Karena, dia pernah bilang kakaknya juga suka sama ka doni dan ga mungkin dia ngasi nope ka doni ke saingannya. Itu mah mustahil. “huh.. aku nyolong hape ka nia pas dia lagi ke wc, ya udah ku catet aja langsung ntar keburu dia nongol duluan lagi! Untungnya kagak ketauan, kalo ketahuan bisa digantung di pohon cabe aku. Dan kamu gak akan punya sahabat secantik dan sebaek aku lagi deehh.. “ jawab rara rada sinis. “hihhihii.. kamu ni ada-ada aja. Btw thanks yaw! Yaudah ku balik ya! Ntar di cari-in mama ku lagi! Dadah my sweety!” aku beranjak dan pergi meninggalkan rara.
 Hari berganti hari, minggu berganti minggu dan bulan berganti bulan. Gak nyangka PDKT ku bisa dikatakan berhasil. Aku tinggal nunggu kak doni nembak aku. Upsstt kebalik. Hehe.. gini deh saking ngarepnya. Gumamku.
                Pukul 18.00 aku mengambil HP-ku yang tergeletak di atas meja dan mengirim sepenggal sms buat ka doni. Kak aku tunggu di taman ya. (sent message).
Akhirnya sebentar lagi. Tapi, kenapa jantungku berdebar semakin kencang?? Humh ga sabar neh. Eh ka doni mana ya?? Uda hampir sejam aku nunggu. Emm bentar lagi kali ya? Mungkin di jalan macet. Menit-menit berlalu kian cepat, tapi doni belum juga nongol. Apa aku samperin ke rumahnya aja? Maybe dia lagi sibuk jadi ga sempet datang. Fikirku.
                ‘kak Do…..” belum usai ku panggil namanya di depan pagar, air mataku menetes, jatuh membasahi pipi sebelum jatuh menyusup ke dalam bajuku. Harapan ku sirnah, mimpi-mimpiku untuk bisa memilikinya lenyap. Bodoh banget sih aku ?? kok bisa-bisanya aku gak tau kalo dia udah punya cewek!! Terlalu sakit hatiku untuk berdiri di hadapan mereka hanya untuk meratapi nasib cintaku. Kak doni memeluk cewek itu erat, seperti tak ingin tuk kehilangannya. Saat itu juga kuputuskan untuk menjauh dari kak doni. Di rumah semua barang darinya aku simpan dalam kotak yang akan ku letakkan di gudang. Karena aku ga perlu lagi memori tentangnya!
                Malam itu, hapeku bergetar ternyata ada sms dari ka doni. Din.. maaf tadi aku lagi ada tamu. Emm bisa ga besok ketemuan di taman?? Ada hal yang pengen aku omongin ke kamu! Sebutir air mataku menetes lagi. Tak kuhiraukan sms itu, hp ku silent dan aku pergi tidur. Paginya tanpa kusadari ada 20 panggilan tak terjawab dari doni dan 10 sms yang sama darinya. Sepertinya doni khawatir padaku, setelah semalaman aku tak membalas sms ataupun mengangkat telfonnya. Di sekolah akupun menjauhinya. Ga heran juga dia selalu ingin tau keadaan ku melalui rara. Tiap detik rara selalu bertanya, ada apa dengan aku dan kak doni?. Tapi aku hanya diam. Tak ada sepatah kata yang terucap. din.. aku ga tau apa yang terjadi ama kamu belakangan ini sampe kamu harus ngejauhin aku . Aku minta kamu dateng sore ini jam 5 di taman biasa. Penting ! ini menyangkut perasaan ku. Setidaknya itulah isi sms dari doni. Iya kalo sempet (sent message) . Aku dengan singkat membalas sms dari doni.
                Sore itu lalu kuputuskan untuk datang, akan kutanya  kebenarannya, aku ga bisa lama-lama diemin dia. Aku kangen sama dia. Walaupun nanti aku akan sakit denger kenyataan yang sebenarnya. Di taman. Tak tampak sosoknya. Hanya ada kursi tempat kami sering mnghabiskan waktu sepulang sekolah. Aku duduk, menahan daguku dan menangis. “kamu ga pantes nangis cuma gara-gara aku din.” ujar doni sambil menyodorkan tangannya untuk menampung tiap butir air mataku. “din.. dari pertama kita ketemu, aku suka sama kamu. Kamu itu yang paling indah dihati aku sampe kapanpun. Kamu itu pelangi buat aku din. Kalo Tuhan ijinkan, aku pengen  banget memiliki pelangi itu sampe aku mati!” ujarnya. Apa-apaan nih???? Aku masih ga ngerti !?? dia nembak aku? Terus cewek yang kemaren gimana? Aku ga mungkin jadi orang ketiga di antara mereka!! desah ku dalam hati. “tapi.. cewek itu gimana don??” tanyaku. “ cewek?? Yang mana??” doni bingung. “itu yang kemaren dirumah mu?” aku mengingatkan doni. “ohh.. itu ! itu kakak aku yang baru pulang dari Amrik, emang kenapa??” doni malah balik melontarkan pertanyaan padaku.  Astaga.. mestinya aku bisa lebih percaya ama dia!! “jadi gimana din??” doni kembali bertanya keputusanku. “humh,,.. ga bisa kak!”ucapku. “jadi?? Kamu nolak aku?”doni nampaknya begitu kecewa mendengar keputusanku. “aku ga bisa! Aku ga bisa buat ngelepasin kakak ! Aku juga sayang sama kakak”ucapku sambil tersenyum padanya. “berarti..???” belum usai kata-katanya, ia langsung mendekapku dengan erat, dengan penuh rasa cinta. Tuhan.. apa ini mimpi?? Kalo ini mimpi jangan biarkan aku bangun dari mimpi ini. Hentikan waktu saat ini juga, agar aku bisa merasakan indahnya moment ini dan jangan sekali-kali biarkan aku tuk menyakiti hatinya. Dialah yang aku miliki saat ini, kebahagiaan yang munkin tanpa kusadari akan lepas. Namun, kan kupegang ia erat karena ia terlalu berharga untuk kulepaskan.


Created by
Komang Swandari